Haiku
ANIME, kimono, bento. Anda tentu sudah tidak asing lagi dengan
kata-kata ini, dan juga sederetan kata berbahasa Jepang lainnya. Saat
ini setidaknya ada sekitar seratus istilah dari budaya Jepang yang
sudah masuk ke dalam kamus bahasa Inggris. Bukan hanya menyangkut
makanan, pakaian, budaya pop tetapi juga seni yang halus semacam puisi.
Jepang memiliki tradisi puitis yang panjang dan mengakar. Seorang yang
hidup di lingkungan kerajaan Jepang klasik harus cakap menggubah syair
untuk setiap kesempatan. Orang-orang pada saat itu senantiasa
menyelipkan puisi dalam percakapan dan surat menyurat. Jika dia tidak
bisa menyusun puisi dengan seketika, posisinya terancam. Bisa-bisa dia
dipandang sebagai seorang tidak cakap dan kasar. Salah satu varian
puisi Jepang yang terus digemari hingga sekarang dan mulai menyebar ke
seluruh penjuru adalah haiku. Haiku disebut sebagai salah satu ekspor
budaya Jepang yang paling sukses.
Haiku adalah bentuk puisi paling singkat di dunia, terdiri atas tiga
baris dengan rima suku kata 5-7-5. Puisi-puisi haiku biasanya
mengungkap pergantian musim dan perasaan yang terkait dengannya. Setiap
haiku memuat setidaknya satu kata yang merujuk pada musim atau alam.
Keunikan haiku terletak pada bentuknya yang ringkas dan sederhana namun
mampu masuk ke dalam inti sebuah pengalaman. Sebuah haiku dari penyair
termasyhur Matsuo Basho (1644-1694) berikut ini bisa memberikan
gambaran tentang kesederhanaan itu:
furuike ya
kawazu tobikomu
mizu no oto
terjemahan bebasnya,
ke kolam tua
katak melompat
suara air
Haiku pada awalnya berkembang dari bentuk puisi wakka atau tanka di
Jepang sekitar abad kesembilan dan kedua belas. Tanka mempunyai pola
rima 5-7-5-7-7 dengan tema menyangkut kehidupan istana dan keagamaan.
Lomba penulisan tanka perlahan-lahan berubah menjadi permainan menulis
puisi berima 5-7-5, disambung dengan dua baris 7-7 oleh penyair lain.
Permainan ini berkembang dengan penekanan hanya pada puisi pembuka
(hokku) yang berima 5-7-5. Puisi pembuka ini kemudian diterima sebagai
bentuk puisi tersendiri, dikoleksi dalam berbagai antologi dan menjadi
sangat populer.
Pada akhir abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh, Masaoka
Shiki, seorang penyair dari Wakamatsu di prefektur Ehime, memperbarui
gaya puisi ini dan menamainya "haiku". Sejak 1990-an haiku menjadi
semakin terinternasionalisasi. Kini lebih dari sejuta orang di lima
puluh negara menyusun haiku dalam bahasa mereka sendiri.
Kecenderungan ini antara lain terlihat dari banyaknya peserta dari luar
negeri dalam kontes haiku yang disponsori oleh asosiasi haiku Jepang.
Dalam sebuah kontes bisa terdapat antara 100 hingga 3000 haiku dari
sekitar lima puluh negara seperti Inggris, Amerika, Prancis, Jerman,
dan negara-negara Eropa Timur seperti Bulgaria, Romania, Yugoslavia,
dan Kroasia. Delapan puluh persen haiku "asing" ini ditulis dalam
bahasa Inggris, disusul oleh bahasa Jerman dan Prancis. Pengirimnya
kebanyakan adalah penyair dan pecinta haiku. Sebuah istilah bahkan
ditemukan untuk menyebut seorang penyair haiku dalam bahasa Inggris:
"haikist".
Perpustakaan Haiku (Haiku Bungakukan) di Shinjuku, Tokyo, telah
mengoleksi sekitar seribu majalah haiku dalam bahasa non-Jepang dan
lebih dari 1200 antologi dan hasil riset tentang haiku dari luar
negeri. Haiku dalam bahasa asing ini tidak dapat mengikuti secara ketat
aturan penulisan haiku Jepang dalam soal jumlah suku kata dan perujukan
pada alam dan musim. Banyak variasi dalam pendekatan soal suku kata,
tergantung pada bahasa dan pemikiran penggubahnya. Haiku berbahasa
Jerman, misalnya, tetap tunduk pada aturan jumlah suku kata, sementara
bahasa lain ada menekankan soal tiga baris yang singkat, atau mengambil
format bebas dengan mementingkan ritme bahasa. Perujukan pada
pergantian musim juga tidak selalu diikuti oleh haiku non-Jepang karena
beberapa negara tidak mengalami perubahan musim yang terpisah tegas.
Coba simak sebuah haiku berbahasa Inggris ini:
spring morning -
a goose feather floats
in the quiet room
-Bruce Ross
Masaoka Shiki (1867-1902) dipandang sebagai tokoh yang merevolusi
tradisi haiku di Jepang. Pada 1999, kota kelahirannya membentuk Masaoka
Shiki International Haiku Award untuk mengenang sang pelopor haiku
modern itu, bekerja sama dengan Yayasan Promosi Budaya Prefektur Ehime.
Setahun kemudian, lembaga ini mulai memberikan anugerah kepada para
penyair, penulis, dan peneliti haiku di Jepang maupun luar Jepang yang
berkontribusi bagi pengembangan literatur haiku. Anugerah tertinggi
pada tahun itu diberikan kepada seorang penyair Prancis bernama Yves
Bonnefoy. Tahun lalui, bertepatan dengan peringatan seratus tahun
wafatnya Shiki, lembaga itu kembali mengadakan lomba haiku. Peserta
lomba ini dapat mengirimkan haiku dalam berbagai bahasa melalui
internet.
Menyebarnya tradisi penulisan haiku ke seluruh dunia, menurut Shouji
Ishikura, sekjen Mainichi Haiku Grand Award, justru lantaran gaya
ungkapnya yang singkat dan sederhana. Setiap haiku menangkap momen
pengalaman yang sejenak, ketika hal-hal yang biasa mengungkap
kesejatiannya dan membuat kita menoleh kembali kepada pengalaman itu.
Pengalaman itu bisa menyangkut hal-hal yang bersifat indriawi di tengah
kehidupan dan alam, seperti matahari terbit, bunyi lonceng, kesendirian
di puncak gunung, atau kebisingan di jalan raya. Yang menyatukan
pengalaman-pengalaman itu adalah keinginan kita untuk berhenti sejenak
untuk memperhatikannya. Saat yang sejenak itulah yang direkam dalam
puisi-puisi haiku---tiga baris singkat yang menghadirkan kembali
pengalaman itu secara abadi. Tidakkah Anda tertarik untuk mencoba
menulisnya?[]
Tokyo,
Juni 2002. Pernah dimuat di suplemen Ruang
BacaKoran Tempo, edisi November 2002